Jumat, 01 Maret 2013

Pasir - 1



Hai,apa kabarmu? Baik - baik saja kan?

Apa? Kabarku? Tentu aku baik-baik saja. Hm..tepatnya berharap baik-baik saja.

"Mengapa" kau tanya? Ya tentu saja, sekarang ini aku sedang gundah. Hatiku rasanya hampa.

Iya, ini tentang kehidupan percintaanku. Tapi seperti kau tahu, sekarang kehidupan percintaanku tak lagi bicara tentang satu pacar. Tapi dua.

Parahnya, seorang pacarku adalah seorang perempuan. Namanya Jeni.

Rio? Ya pastilah aku masih jalan dengannya. Dia kan statusnya pacarku yang laki - laki.

Ya, kalau boleh aku pilih dari keduanya, aku tentu pilih Jeni. "Mengapa" kau bilang? Ya tentu saja. Kau tahu, sudah bertahun-tahun ini aku mencari orang yang bisa melindungiku. Kau tahu kan, dalam hubungan sejenis ini, aku memang lebih tomboy. Jadi, begitu aku temukan dia, jelas aku lebih nyaman. Aku lebih bisa memimpin dalam hubungan ini. Rio dan aku sering bertengkar karena kita tak pernah ada yang mau mengalah. Tapi dengan Jeni, aku merasa dialah yang harus aku sayangi seperti adikku sendiri.

Yah.. sepertinya dia tak tahu betapa aku sayang ke dia. Untuk postur tubuh,nggak perlu ditanya. Dia tentu tidak memenuhi standar wanita seksi. Badannya cukup berisi, tapi dia imut. Aku menyebutnya "ulat bulu".

Mengapa? Hahahahaaa.. Ya tentu saja krn dia lucu dan kecil. Parasnya manis, meskipun dia selalu nggak pede dengan tanda lahir di lehernya. Bagiku, itu bukan masalah besar. Apa pentingnya tanda lahir? Buatku keberadaannya lah yang lebih penting.

Aku sudah jatuh hati waktu kali pertama kami bertemu di depan toko roti Larisa. Aku sudah hampir putus asa dia tidak mau menemuiku, padahal aku harus berjuang melintasi macet dari bilangan Blok M sampai Kemang.

Tapi, akhirnya dia muncul. Dengan sapaan pertamanya "eh, ternyata gendut juga". God! Aku hampir aja minder dan mau usul langsung pulang. Tapi dia segera bilang "ayuk, puter balik aja. Kita ke kost-ku dulu."

Senangnya!!!! Pikiranku sudah langsung jorok. Hasrat sex dalam selangkang-ku juga sudah ringsek kepingin menyalurkan sensasinya.

Di sanalah, awal percakapan itu dimulai. Kedekatan kami dimulai dengan misi pencarian kost baru buatnya. Kasihan, dia diusir Ibu Kost yang kaya' mak lampir. Heheheee.. Tapi disanalah aku juga dibuatnya tersanjung waktu dia sebut namaku di status BB-nya.

Kedekatanku dengan-nya terus berlanjut hingga dia sering ke kostku juga. Aku merasa ada hasrat untuk menyayanginya lebih dari sekedar teman. Tapi ketakutanku masih mendominasi.

Ya.. kau tahu sekiranya aku pernah mencintai sahabatku sendiri, Kirana. Trauma psikis ditinggalkan Kirana, harus aku bayar dengan kesendirian dan luka selama 4 tahun. Wajar lah jika aku takut memulainya.

Sampai akhirnya hari itu, tanggal 12 Desember 2012, Jeni menginap di kost. Disanalah aku mulai memantapkan diri untuk menerimanya sebagai kekasihku yang selama ini aku nantikan.

Perjalanan cinta kami di awal minggu sangat menyenangkan. Taman Mini Indonesia Indah jadi saksi cinta kami, dimana kami mengekspresikan semuanya bebas dan mengabadikannya ke dalam lembar - lembar memori foto.

Beberapa memori tentu kami bangun bersama. Pernah suatu saat, ketika aku sedang bersamanya di kost baru miliknya, kami keluar buat makan malam. Jam dinding waktu itu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kami lewati sebuah gerobak Kebab yang ada di pinggir jalan. Dia pun berkata bahwa dia belum pernah tahu bagaimana rasa kebab itu. Sejak saat itulah, dalam hati aku berjanji, aku akan usahakan apapun untuk membuatnya tidak lagi merasa menjadi orang yang tidak beruntung di dunia, tidak lagi merasa sendiri. Ya, meskipun secara materi aku pun berkekurangan, tapi setidaknya aku sedikit lebih beruntung darinya. Begitulah aku memaknai sebuah pengorbanan cinta sejenis. Mencintainya dengan setulus hatiku meskipun aku hanya punya modal cinta tersebut.

Lambat laun aku lebih mengenalnya semakin dalam. Perjalanan hidupnya selalu membuatku kagum. Jengkal demi jengkal lekuk tubuhnya membuatku selalu merindukannya. Sampai nama itu hadir. "Nana". Nama seorang temannya.

Aku cemburu, tanyamu? Pasti! Aku nggak mau kehilangan dia. Hati ini tergores saat dia mencium pipi perempuan itu, yang dia panggil "Bunda". Hati ini marah ketika aku terkapar sakit, muntah dan demam di kamar kost sendirian, dia lebih memilih pergi bersama perempuan itu. Hati ini jauh lebih perih saat aku tahu dia mencampuri urusan pribadi hubungan kami, mencampuri urusan ranjang kami, bahkan berdoa kami tidak perlu lagi melakukan adegan ranjang.

Sudah, aku sudah menanyakan hal itu pada Jeni. Tak perlu kau ajari aku tentang hal itu. Aku menanyakan batas kewajaran campur tangan perempuan itu. Aku hanya berharap ketika aku memprotesnya, bukan karena aku tidak percaya pada Jeni, tapi aku berharap dia membelaku. Meyakinkanku bahwa dia akan menegur perempuan itu agar tidak terlalu mencampuri urusan hubungan kami. Agar prempuan itu menghargai keberadaanku. Aku hanya berharap Jeni meyakinkanku meskipun aku tak peduli, dia akhirnya lakukan benar peneguran itu atahu tidak. Tapi aku hanya berharap saat aku memprotesnya, dia bisa mengerti dan meredakan kecemburuanku.

Tapi kau tahu apa yang aku dapatkan? 2minggu 2 hari setelah hubungan ini terdeklarasikan, Jeni memutuskan hubungan kami via pesan singkat BBM. Tepat tanggal 28 Desember 2012, Jeni mendepakku bagaikan anjing jalanan yang sekarang tak lagi ditemukan kegunaannya untuk dipelihara.

Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya merupakan pedang tertajam yang menusuk ulu hatiku. Sakit sekali meskipun tak berdarah. Setiap perkataanku adalah kesalahan. Tak sedikit pun aku lihat keramahan dari setiap tingkah lakunya padaku.

Ya jelas aku menangis. Kau tahu trauma hidupku mengenai Kirana, kini terkuak kembali. Hubungan sejenis ini melelahkan, menyakitkan. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang aku tahu, saat ini aku hanya ingin menangis dan bercerita padamu bahwa aku ingin menutup mataku lebih lama dari biasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar