Hai,apa kabarmu? Baik - baik saja kan?
Apa? Kabarku? Tentu aku baik-baik saja. Hm..tepatnya
berharap baik-baik saja.
"Mengapa" kau tanya? Ya tentu saja, sekarang ini aku sedang gundah. Hatiku rasanya hampa.
Iya, ini tentang kehidupan percintaanku.
Tapi seperti kau tahu, sekarang kehidupan percintaanku tak lagi
bicara tentang satu pacar. Tapi dua.
Parahnya, seorang pacarku
adalah seorang perempuan. Namanya Jeni.
Rio? Ya pastilah aku masih jalan dengannya. Dia kan
statusnya pacarku yang laki - laki.
Ya, kalau boleh aku pilih dari keduanya,
aku tentu pilih Jeni. "Mengapa" kau bilang? Ya tentu saja. Kau tahu,
sudah bertahun-tahun ini aku mencari orang yang bisa melindungiku. Kau tahu
kan, dalam hubungan sejenis ini, aku memang lebih tomboy. Jadi, begitu aku temukan
dia, jelas aku lebih nyaman. Aku lebih bisa memimpin dalam
hubungan ini. Rio dan aku sering bertengkar karena kita tak pernah ada yang mau
mengalah. Tapi dengan Jeni, aku merasa dialah yang harus aku sayangi seperti
adikku sendiri.
Yah.. sepertinya dia tak tahu betapa aku sayang ke dia. Untuk postur tubuh,nggak
perlu ditanya. Dia tentu tidak memenuhi standar wanita seksi. Badannya cukup berisi, tapi dia imut. Aku
menyebutnya "ulat bulu".
Mengapa? Hahahahaaa.. Ya tentu saja krn dia lucu dan
kecil. Parasnya manis, meskipun dia selalu nggak pede dengan tanda lahir di
lehernya. Bagiku, itu bukan masalah besar. Apa pentingnya
tanda lahir? Buatku keberadaannya lah yang lebih penting.
Aku sudah jatuh hati
waktu kali pertama kami bertemu di depan toko roti Larisa. Aku sudah hampir
putus asa dia tidak mau menemuiku, padahal aku harus
berjuang melintasi macet dari bilangan Blok M sampai Kemang.
Tapi, akhirnya dia
muncul. Dengan sapaan pertamanya "eh, ternyata gendut
juga". God! Aku hampir aja minder dan mau usul langsung pulang. Tapi dia
segera bilang "ayuk, puter balik aja. Kita ke kost-ku dulu."
Senangnya!!!!
Pikiranku sudah langsung jorok. Hasrat sex dalam selangkang-ku juga
sudah ringsek kepingin menyalurkan sensasinya.
Di sanalah, awal
percakapan itu dimulai. Kedekatan kami dimulai dengan misi pencarian kost baru
buatnya. Kasihan, dia diusir Ibu Kost yang kaya' mak lampir.
Heheheee.. Tapi disanalah aku juga dibuatnya tersanjung waktu dia sebut namaku
di status BB-nya.
Kedekatanku dengan-nya
terus berlanjut hingga dia sering ke kostku juga. Aku merasa ada
hasrat untuk menyayanginya lebih dari sekedar teman. Tapi ketakutanku masih
mendominasi.
Ya.. kau
tahu sekiranya aku pernah mencintai sahabatku
sendiri, Kirana. Trauma psikis ditinggalkan Kirana, harus
aku bayar dengan kesendirian dan luka selama 4 tahun. Wajar lah jika aku takut
memulainya.
Sampai akhirnya hari
itu, tanggal 12 Desember 2012, Jeni menginap di kost. Disanalah aku mulai
memantapkan diri untuk menerimanya sebagai kekasihku yang selama ini aku
nantikan.
Perjalanan cinta
kami di awal minggu sangat menyenangkan. Taman Mini Indonesia Indah jadi saksi
cinta kami, dimana kami mengekspresikan semuanya bebas dan mengabadikannya ke
dalam lembar - lembar memori foto.
Beberapa memori
tentu kami bangun bersama. Pernah suatu saat, ketika aku sedang bersamanya di
kost baru miliknya, kami keluar buat makan malam. Jam dinding waktu itu sudah
menunjukkan pukul 11 malam. Kami lewati sebuah gerobak Kebab yang ada di
pinggir jalan. Dia pun berkata bahwa dia belum pernah tahu
bagaimana rasa kebab itu. Sejak saat itulah, dalam hati aku berjanji, aku akan
usahakan apapun untuk membuatnya tidak lagi merasa menjadi
orang yang tidak beruntung di dunia, tidak lagi merasa sendiri. Ya, meskipun
secara materi aku pun berkekurangan, tapi setidaknya aku sedikit lebih
beruntung darinya. Begitulah aku memaknai sebuah pengorbanan cinta sejenis.
Mencintainya dengan setulus hatiku meskipun aku hanya punya modal cinta
tersebut.
Lambat laun aku
lebih mengenalnya semakin dalam. Perjalanan hidupnya selalu membuatku kagum.
Jengkal demi jengkal lekuk tubuhnya membuatku selalu merindukannya. Sampai nama
itu hadir. "Nana". Nama seorang temannya.
Aku cemburu,
tanyamu? Pasti! Aku nggak mau kehilangan dia. Hati ini tergores saat dia
mencium pipi perempuan itu, yang dia panggil
"Bunda". Hati ini marah ketika aku terkapar sakit, muntah dan demam
di kamar kost sendirian, dia lebih memilih pergi bersama perempuan
itu. Hati ini jauh lebih perih saat aku tahu dia mencampuri urusan pribadi hubungan
kami, mencampuri urusan ranjang kami, bahkan berdoa kami tidak perlu lagi
melakukan adegan ranjang.
Sudah, aku sudah
menanyakan hal itu pada Jeni. Tak perlu kau ajari aku tentang hal itu. Aku
menanyakan batas kewajaran campur tangan perempuan itu. Aku hanya
berharap ketika aku memprotesnya, bukan karena aku tidak percaya pada Jeni, tapi
aku berharap dia membelaku. Meyakinkanku bahwa dia akan menegur perempuan
itu agar tidak terlalu mencampuri urusan hubungan kami. Agar prempuan
itu menghargai keberadaanku. Aku hanya berharap
Jeni meyakinkanku meskipun aku tak peduli, dia
akhirnya lakukan benar peneguran itu atahu tidak.
Tapi aku hanya berharap saat aku memprotesnya, dia bisa mengerti dan meredakan
kecemburuanku.
Tapi kau tahu apa yang
aku dapatkan? 2minggu 2 hari setelah hubungan ini terdeklarasikan, Jeni
memutuskan hubungan kami via pesan singkat BBM. Tepat tanggal 28 Desember 2012,
Jeni mendepakku bagaikan anjing jalanan yang sekarang tak lagi ditemukan
kegunaannya untuk dipelihara.
Setiap kalimat yang
keluar dari mulutnya merupakan pedang tertajam yang menusuk ulu hatiku. Sakit
sekali meskipun tak berdarah. Setiap perkataanku adalah kesalahan. Tak sedikit pun
aku lihat keramahan dari setiap tingkah lakunya padaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar