Kamis, 28 Februari 2013

Aku - 3



Mataku yang masih tertutup, terasa silau karena kilauan cahaya. Kulitku pun merespon hal yang sama, ada sesuatu yang hangat menyelimutinya. Kesadaranku perlahan kembali. Mengernyit dahiku mencoba membuka mata. Jari-jariku naik, mencoba mengucek kelopak mata.
“Ooouucccchhhhh..”
Tangan kiriku sakit sekali.
“Jangan ditarik, kamu lagi diinfus.”
Mataku langsung menatapnya. Nathan???
“Kok aku disini? Sejak kapan? Kamu ngapain juga disini? Ada apa sih?”
“Santai, Nan. Pelan – pelan aja. Kamu pingsan. Jadi segera kubawa kesini. Kamu langsung diinfus dan opname. Sekarang kamu istirahat dulu. Kamu baru sadar.”
Nathan menarik kabel di atas kepalaku dan menekannya.
“Aku panggil suster-nya.”
Aku beringsut kembali ke balik selimutku. Kepalaku masih pusing. Aku masih tak ingin bertanya dan berdebat. Dibetulkannya kembali selimutku.
Tak selang hitungan menit, seorang suster menyapa dari daun pintu kamar.
“Selamat sore. Oh, sudah sadar ya..”
Suster tersebut langsung berbalik keluar lagi dari ruangan. Entah, sepertinya dia harus merespon cepat keadaanku yang baru sadar. Tak selang berapa lama, dia kembali ke ruangan.
“Dokter Hirawan sudah dipanggil kesini. Sebentar lagi beliau datang, sekarang sedang di lantai satu. Saya cek tensi dan suhu tubuh dulu ya, Pak Nanda. Bapak masih pusing?”
“Masih”, jawabku dengan suara lirih. Suster ini sebenanrya tidak cerewet tapi buatku yang saat ini masih sangat berat mengangkat kepalaku, aku sangat pusing mendengarnya. Dipompanya lenganku menggunakan alat tensi dan dijepitkannya thermometer di ketiakku.
“Tensi Bapak rendah, 85/55. Suhu badan 36,5 ya, Pak Nanda. Sebentar lagi dokter kemari”, ujarnya. Belum selesai Suster tersebut menggulung alat tensi, seorang Kakek memasuki ruanganku. Oh, rupanya dia bukan Kakek biasa. Jubah putih menandakan bahwa dirinya seorang dokter.
“Selamat sore, Pak. Sudah sadar ya. Begini dong, jangan lama – lama pingsannya. Kasihan temannya bingung dari tadi. Anda tahu sudah pingsan berapa lama? Di IGD saja Anda sudah pingsan. Sekarang buka mulutnya, saya periksa dulu.”
Dokter itu melakukan tugasnya. Diperiksanya dadaku menggunakan stetoskop. Begitu dia menekan perutku..
“Aaahhhh..”, aku merintih kesakitan.
“Sakit ya?”, katanya sembari terus memeriksa.
“Sampel darah Anda sudah diambil. Sekarang sudah kami kirim ke laboratorium. Kalau hasilnya sudah ada, kami beritahukan. Mungkin nanti jam 11 malam hasinya ada. Saya akan jelaskan waktu visite besok pagi. Sekarang istirahat dulu. Nanti kalau ada makanan dari rumah sakit, dihabiskan. Saya minta diberi bubur. Obatnya biar diatur Suster nanti.”
            “Makasih, dok.”, jawabku lirih.

Aku - 2



         Seperti hari – hari sebelumnya, aktivitasku kututup dengan tidur nyenyak tanpa baju jam 10 malam itu. Hiburan OVJ yang membuatku ngakak, tak memberi kompromi pada mataku untuk minta tidur. Okelah,,kumatikan TV dan segera kutarik selimut bulu. Hari ini aku capek sekali, ntah mengapa. 
        Sepertinya tak selang berapa lama, aku merasakan udara dingin membelai tubuhku. Badanku bergemetar, dan bulu kudukku berdiri. “Bbbbrbrbbrrrrrrr..” Reflek itu yang kugumamkan dan mataku seketika terbuka. Dalam keadaan setengah sadar dan pusing, kulihat bulu kudukku memang berdiri. Kulongok pintu kost dan jendela. Semuanya tertutup. Kipas angin pun mati.
“Dingin sekali malam ini. Ada apa?”, pikirku.
Aku bangun dengan malas dari tempat tidurku. Kubuang selimut sekenanya. Ternyata selimut bulu pun tak membuatku hangat dari dinginnya malam. Begitu berdiri dari kasur…
Kepalaku berputar.
Nafasku tersengal seketika.
Kucoba duduk kembali di atas kasur dan mencoba memperjelas pandanganku. Tapi ternyata itu semua tidak bekerja. Ya..aku memang pusing.
“Ada apa ini?”
Gelas merah yang biasa aku isi dengan segelas air putih segera kuraih. Kucoba minum sebanyak-banyaknya dan itu pun bukan malah membuatku membaik. Aku mual.
Pelan tapi pasti, kucoba berdiri dan menuju kamar mandi kamarku. Kubuka pintu dan..
Hhhoooooeeekkkkk…
Semua isi perutku tertumpah keluar. Kepalaku yang pusing memaksaku duduk di lantai. Aku sudah tak sanggup berdiri. Dinginnya udara masih tak bisa kupahami karena demamnya badan atau memang pengaruh hujan di luar sana.Aku sakit.
Aku benar – benar sakit. Itu yang aku tahu..

AKU - 1



Gemuruh suara alat berat bergerak menggetarkan dinding kost. Aku menggeliat, berusaha berkompromi dengan kedua kelopak mataku. Aduh..badan rasanya pegal sekali. Kugesek-gesekkan wajah dan pipiku ke kulit bantal. Hmm..pagi ini dingin sekali, tapi keributan alat berat di pembangunan apartemen belakang kost membuatku sangat tidak nyaman. Well..aku masih menarik selimut bulu pemberian pacarku. Kubalik tubuhku miring ke kanan dan sekilas kulihat blackberryku tergeletak di lipatan kasur, hampir jatuh ke lantai. Segera kuraih dan berkompromi lagi dengan mata. Mataku harus terbuka! Jam berapa sih ini? “7:01”. Astaga..aku harus segera bangun!
Jadwal masuk kantor 7:30. Meskipun jarak kantor dan kost hanya 3 menit jalan kaki, tapi aku punya segudang ritual pagi yang harus aku lakukan. Seperti orang-orang pada umumnya, aku harus melamun di atas kloset sekitar 10 menit dan baru mandi.
Setelah beres ganti pakaian, ditemani host acara gossip artis atau kadang bincang pagi politik, aku akan curi – curi waktu melirik blackberryku. Melihat recent updates dan mencari namanya. Nathan. Biasanya kalau masuk pagi, jam segini harusnya dia sudah di tempat kerja dan sibuk update status. Salah satu yang membuatku bersemangat dan kadang juga malah lesu. Tapi pagi ini tak kutemukan namanya dalam list. Aku mencoba mengingat, oh ya.. dia hari ini masuk siang, jam 12. Pastinya jam segini, bocah itu masih tidur. Sekilas bayangan dan kebiasaannya tidur terlintas di pikiranku. Aku tersenyum sendiri. Kucari nama recent updates yang lain. Milly. Tak kutemukan pula nama itu pagi ini. Ah, mungkin dia justru sedang dalam perjuangan dalam busway yang padat sehingga tak sempat menyapaku pagi ini. Berbagai test kerja akhir – akhir ini memang menyita pikirannya sehingga sedikit melupakanku.

            Ah..sudahlah..aku harus segera berangkat. Semprot parfum di baju dan… inilah aku! Lelaki dengan berat badan 170 cm dan berat 70 kg berkulit sawo matang, lengkap dengan kacamata yang membuatku semakin manis, menurut banyak orang. Tanpa kacamata, tatapan mataku seperti orang jahat, kata mereka. Oke…dan akupun turun tangga dan ambil motor, soalnya pagi ini mau cari sarapan dulu sekaligus dibungkus untuk makan siang,
            Terlambat? Hm..sepertinya! Kulirik jam tanganku.. 7:48. Ah.. bodoh amat! Toh di kantor jam segini juga sepi. Aku segera pergi dan segera keluar dari kost.